Gadis malang tak berdaya. dalam dirinya terdapat jiwa yang terkurung, terbelenggu dalam ketakutan. Emosinya tak dapat ia ekspresikan seperti halnya anak-anak lain yang pada usia ini mulai menunjukan emosinya. "Aku takut, bahkan ketika aku berdiri dalam hal yang benar ketakutan menghantuiku.".
Alena Monica, ialah aku gadis malang itu. aku dalam ketakutan setiap saat dimanapun aku pijakan kakiku. dikala anak lain menceritakan masa kecilnya yang membuat mereka tertawa bahagia dan merasa beruntung, bibirku bergetar dan mataku tak dapat menahan tetesan airmata yang meluap dari hatiku yang tak mampu menahan sesak sakitnya. ketika anak seumurku hangat bersama keluarganya, aku malah merasa asing.
Ayahku adalah seorang pengusaha perkebunan dan ibuku ibu rumah tangga yang juga memanage usaha ayahku. aku di didik keras, sehingga aku tak boleh mengambil resiko apapun dalam hidupku. semua aspek kehidupanku dalam genggaman ayahku. kehidupan dirumah membuatku tak merasakan tenang dan jauh dari bahagia. aku merasa anak yang tak dianggap. kesakitanku sungguh tak dapat ku keluhkan sama sekali, aku tak memiliki tempat. Ibuku lebih menyayangi kakak perempuanku, pilih kasih terasa sangat pedih pada batin gadis kecil malang ini. melakukan apapun yang ibuku suruh tanpa bisa mengelak sedikitpun ketika kakakku asik merengek manja kepada ibuku, "oh Tuhan... haruskah aku yang merasakan sakitnya ini? aku tak sanggup". sambil menangis hatiku berucap. pulang sekolah harus tepat waktu, hingga aku tidak punya waktu bermain sama sekali.
aku tidak punya teman.
Rinai hujan lebat pada hari itu seakan menggambarkan airmataku yang seperti awan yang menampung air yang menguap,sambaran petir seakan menggambarkan emosi yang tak terluapkan. aku menangis sejadi-jadinya. hari itu tepat tanggal 25 januari 2010, hari ulangtahunku . lirihnya hatiku dihari ulangtahunku bukan peluk hangat dan doa yang orangtuaku berikan, tepat hari itu mereka meninggalkanku. Ayahku terlilit hutang. tepat tengah malam ayah ibuku membawa kakak dan adikku pergi meninggalkan kota jakarta. mereka menitipkanku pada keluarga Pamanku. aku benar-benar telah dibuang.
"Apa salah ale Tuhan? mengapa ale tak bisa hidup biasa seperti anak anak seumur ale? kenapa ale seperti ini? haruskah sehancur ini perasaan ale? apa yang telah ale perbuat?". sambil menangis aku tak kuat menahan ucapku.
disaat isak tangisku semakin menjadi.. seorang pria berdiri dihadapanku sambil terdiam menatapku. aku tak menyadari kedatangannya. sekian lama ia menatapku dari kejauhan.
"heh, Lo kenapa? kehilangan juga?". tanya seorang pria itu dengan nada bingung. suara pria itu mengejutkanku.
aku tertegun mendengar pertanyaannya sambil perlahan menatapnya.
"yeh, kenapa jadi ngeliatin gue gitu?." tanyanya bingung sambil menatapku aneh.
aku masih tertegun.
"yeh, aneh banget si? lo ngapain nangis disini? gak takut kesambet lo ujan ujan gelap gini?." sambungnya lagi masih menatap ku bingung.
aku tersadar dari lamunanku karna terkejut dan langsung terbangun sambil menghapus airmataku.
"ga-gapapa." jawabku sambil menunduk malu.
"hmm.. kirain lo kehilangan kunci motor juga kaya gue, ga bisa pulang jadinya drama kaya barusan deh. udah sore ngapain lo masih disini?" tanyanya lagi.
pria berseragam kuyup terlihat lusuh. aku kenal dia, siapa yang tak kenal dia? dia ketua eskul futsal di sekolah, namanya Yoga. gayanya yang tengil buat banyak orang yang tak suka dengannya namun wajahnya yang tampan dan humoris buat lebih banyak orang yang menyukainya terutama perempuan.
"duh, lo kenapa si? bengong lagi kan, lo sakit?" masih dengan kebingungan ia menatapku sambil bertanya.
aku hanya menggeleng.
"eh, tuh dia kunci motor gue". sambil mengarah ke tempat kuncinya tergletak di lantai di belakangku.
kemudian menghampiriku lagi.
"hmm... jadi lo sekarang mau ngapain? mau lanjutin nangis kaya tadi?". tanyanya sinis.
aku terdiam. aku tak tahu aku harus bagaimana, tangisku belum puas.
"malah diem. kayanya lo sakit deh, gue anter balik aja mau ga?" ajaknya sambil masih menatapku bingung.
"ga-gapapa gausah". jawabku sambil pergi bergegas pulang.
keesokan harinya tak kusangka tangisanku kemarin membuat mataku begitu bengkak sampai sampai ketika aku masuk kelas aku mengundang perhatian teman kelasku.
"Le mata lo kenapa? digigit nyamuk?" ejek salah satu teman kelasku. ejeknya mengundang tawa satu kelasku. namanya ghea. perempuan paling cantik dikelasku. dia yang mendominasi kelasku karna ia begitu tenar sehingga banyak yang ingin dekat dengannya meskipun sifatnya yang egois, sombong dan menyebalkan.
praaakkkk! suara keributan terjadi didepan kelasku. semua anak keluar untuk menyaksikan apa yang terjadi, termasuk aku. ternyata si pria kuyup yang kemarin sedang berkelahi di depan kelasku. aku sangat penasaran, aku menyusup ke barisan paling depan dan.....
Boooom!
di UKS.
aku merasa seperti..
"sssshhhh.. aduh.." sambil memegang kepalaku yang rasanya besar dan melayang.
"duh..sakit ya? sorry ya.. sumpah gue ga sengaja." ujar pria kuyup yang melempar sepatu boots milik penjaga sekolah dengan cantik mendarat ke kepalaku.
"i-iya gapapa." jawabku.
sejenak kami terdiam canggung. mungkin karna kami belum mengenal satu sama lain.
"mending gue anter pulang aja ya, tadi guru piket udah kesini kok nganterin tas lo." dengan wajah merasa bersalah.
"makasih, ale naik angkot aja." jawabku sambil terbangun dari tempat tidur.
"eh, eh jangan gitu dong. asli deh gue jadi ga enak. please gue anter aja ya, setidaknya gue mastiin kalo lu ga pingsan dijalan." sambil menahanku agar tak bergegas bangun.
aku terdiam bingung. aku merasa kaku karna aku tak pernah diantar pulang atau bahkan berhadapan dengan seorang pria selain ayah dan saudara laki-laki ku. kembali aku pada lamunanku, aku tak tau harus bilang apa. dia pun terdiam sambil melihat ke arahku dengan wajah cemasnya.
"diem berarti iya kan?" ajaknya sambil mengambil tasku yang tepat ada diatas bantalku dan segera memapahku tanpa memberiku kesempatan menjawab.
ini pertama kalinya aku merasa kaku. ia memapahku sampai gerbang sekolah dan segera mengambil motornya diparkiran. ketika ia datang menghampiriku aku masih kaku dan bingung harus bagaimana. aku terdiam canggung, lalu matanya mengisyaratkan aku untuk naik. diperjalanan dia terus mengajakku bicara.
"oh jadi nama lo ale? enak didenger." ujarnya tiba-tiba dan membuatku terkejut. aku masih terdiam tak tau apa yang harus ku katakan.
"lo kenapa sih diem aja? lo kesel sama gue karna yang tadi?". ia mengurangi kecepatan motornya dengan wajah bersalahnya.
akhirnya aku mencoba memberanikan diri menjawabnya.
"Ale ga kesel kok, ale cuma agak pusing." aku mencoba memberi alasan dan menjadi biasa.
entah mengapa tiba tiba ia terdiam dan..
"le, kita mampir makan sebentar ya..." ia berhenti tepat di depan restoran cepat saji, Mc Donalds. tanpa bertanya ia menyuruhku turun. aku tertegun. aku berfikir ucapanku membuatnya tak nyaman. ketika dia selesai memarkirkan motornya terlihat wajahnya yang dingin. ia menyuruhku masuk dan duduk kemudian ia memesan makanan. menunggunya di meja dengan perasaan tak enak, lalu ia datang membawa makanannya. aku masih terkejut melihatnya begitu.
"kok malah diem le? makan dong le. duh gue jadi ngerasa salah campur aduk gini nih." jawabnya sambil mengubah ekspresi wajahnya yang dingin menjadi seperti memohon merasa bersalah. itu membuatku tersenyum melihat ekspresinya yang sempat membuatku tegang ternyata tak seperti dugaanku.
"sekarang malah senyum-senyum ngeledek gitu sih le. gatau apa gue jadi ngerasa salah banget." ucapnya sambil wajahnya memelas. aku sampai tak dapat menahan bibirku yang rasanya mulai menarik kekanan dan kekiri, aku tersenyum lepas melihat tingkahnya.
entah mengapa aku malah mulai merasa akrab dengannya. ini pertama kalinya aku merasa punya seorang teman walau hanya beberapa saat. aku mulai merasa tidak canggung berbicara dengannya sejak saat itu. dia mengajaku bicara dan menceritakan banyak hal yang membuatku nyaman. ini pertama kalinya dan dia yang pertama.
semenjak kejadian itu keakraban kami mulai timbul ketika dia mengajakku mengikuti eskul futsal putri dan mempunyai alasan bertemu. dia mengajarkanku bergaul hingga aku mulai memiliki teman. dia mengenalkan banyak hal. hingga setahun kedekatan kami menjadi sebagai sahabat. setiap hari menghabiskan waktuku bersamanya.
tinggal bersama paman dan bibi membuatku memiliki kebebasan. mereka amat menyayangiku layaknya anak sendiri, mungkin karna mereka belum dikaruniakan seorang anak. mereka sudah seperti orangtuaku sendiri, bahkan melebihi orangtuaku sendiri. hampir setiap hari bersama yoga membuat mereka memberi kepercayaan kepada yoga untuk menjagaku.
setahun berlalu, setelah ujian kelulusan, sekolah mengadakan acara perpisahan dengan menginap di puncak. dan pada malam api unggun aku melihat yoga terlihat menatap seorang perempuan dengan cara yang berbeda. malam itu yoga dan ghea terlihat saling mencuri tatap. sampai akhirnya aku melihat yoga menghampiri ghea. aku segera menjauh dari keramaian dan duduk merenung di balik tendaku. aku takut. takut yoga menjauh. sahabat yang membuatku nyaman dan aman tanpa merasa takut.
ingatanku kembali dimasa itu, saat bahkan orangtuaku meninggalkan ku. akankah aku kembali ke masa itu? merasa sendiri tanpa ada orang untuk berkeluh kesah? dalam lamunanku setitik air jatuh dipipiku.
hingga seseorang membangunkan aku dalam lamunan...
"Aleeeeeeee..!" suara yoga itu membangunkan aku dari lamunan. aku segera mengusap air mataku.
yoga langsung menghampiriku. dan pada saat aku mecoba berdiri yoga menahan ku dan duduk disampingku. aku menunduk saat yoga mencoba melihat wajahku.
"lo nangis?" dengan nada tenang dan sambil melihat ke arahku ia duduk disampingku.
"ngapain sok ngumpet malu gitu si?"
"gue itu udah pernah ngeliat lo nangis sejadi-jadinya le" ujarnya dengan wajah yang tersenyum mengingat kejadian ketika pertama kali bertemu.
kami terdiam beberapa saat.
"le, gue ga ngerti kenapa mendadak persahabatan kita harus seromantis ini malem ini. tapi le, kedekatan gue sama lo setahun ini bikin gue ga perlu nanya lo kenapa nangis sekarang." sambil memegang kepalaku dan menyandarkan di pundaknya.
"lo perempuan yang paling gue jaga banget le, gue ga bakal ninggalin lo. jangan nangis lagi ya." sambil terus mengelus kepalaku ia tersenyum ke arahku.
aku menghela nafas panjang. perkataannya membuatku tenang. entah kenapa disampingnya adalah tempat paling nyaman dan aman.
"ga, makasih ya." jawabku sambil membangunkan kepalaku dari pundaknya.
yoga hanya melihat kearahku beberapa saat tanpa berbicara lalu kembali menyandarkan kepalaku kepundaknya.
"gue sayang lo le." sambil mengelus kepalaku dengan tatapan kosong dan tersenyum.
entah mengapa saat itu jantungku berdetak kencang sampai aku tak bisa beranjak. sekali lagi, dia yang pertama. dia KAMU yang pertama.
sejak malam itu perasaan berbeda hadir, aku mulai merasa malu bertemu dengannya.
bahkan ketika kita satu SMA..................
bersambung..........
0 comments:
Post a Comment