Prolog - Curse and Gift
Ada sebuah pertanyaan yang bunyinya
seperti ini “Bagaimana jika, apa yang kau Ucapkan tanpa sengaja dapat terwujud
dengan sendirinya namun apa yang kamu inginkan tidak akan pernah terwujud.
Apakah kamu mau menerimanya?” Entah ini adalah kutukan yang diberikan-Nya atau
ini adalah sebuah anugrah.
Apakah kau benar-benar percaya hal ini terjadi
padaku? Bahkan bukan hanya sekali-dua kali aku sering mengalaminya. Bukan hanya
aku, namun semua yang disekitarku merasakanya, sering kali pohon atau Binatang
disekitar menjadi korbanya.
Mau dengar? Ketika turun hujan tidak begitu deras
memang, Sebelumnya mataharipun cerah menerangi celah-celah daun diatas pohon,
saat itu aku tengah mencari inspirasi dengan seseorang di sebuah dataran hijau
yang cukup luas. Beberapa saat gemercik air hujan menetes perlahan,Tanpa sadar
sebuah kata yang tidak ingin ku ucapkan keluar dari mulutku “Kita berteduh di
saung itu, aku takut jika dibawah pohon ini kita akan tersambar petir” tentu
saja kami langsung Lari berteduh di saung yang ku tunjuk tidak jauh dari pohon
yang kami gunakan untuk berteduh dari panasnya terik matahari. Baju kami cukup
basah tersiram air hujan dan saat kami telah berada di saung tersebut. Tidak
lama kemudian Hujan mulai deras dan awan hitam telah berkumpul tanpa kami
membawa sebuah payung pun.
Tidak sampai 10 menit petir sudah bergerumuh
memanggil teman-temanya. Kilat menghiasi langit seperti langit disko. Dan
akhirnya terjadi, Sebuah petir besar menyambar pohon tersebut tanpa ampun,
membuat mata kami buta berwarna putih Sejenak dan pengendaran kami mendengung
luar biasa. Kaget bukan main, pohon itu mengeluarkan asap dan menjadi
kehitaman, sebagianya terbelah.
Kira-kira seperti itulah lah aku telah
menjalani hidupku selama 17 tahun ini dengan anugrah atau mungkin kutukan ini
yang kubawa dari lahir. Tapi aku selalu tetap percaya bahwa Sang pencipta
memberikan itu padaku bukan tanpa alasan. Kadang kala saat aku duduk di bangku
smp, aku sering kali dijauhi oleh teman-temanku. Mereka kapok selalu apa yang
ku katakan sering kali terjadi, bahkan orang yang bisa di sebut sebagai
“berandal” ataupun tim bully sudah ogah berhadapan denganku. Pasalnya mereka
selalu terkenal sial jika selalu dekat denganku. Karena itulah aku tidak pernah
mempunyai teman yang benar-benar dekat denganku. Aku selalu merasa sendirian
dan berjalan hampa. Hidupku selalu monoton tidak berwarna. Aku mengiginkan
seorang teman yang selalu ada, tidak takut pada ucapanku, menerimaku, Membuat
ku berwarna, Namun apa daya Ingin memeluk gunung Tangan tak sampai. Jika suatu
saat aku menemukan orang itu, akan ku pertahankan sampai mati.
Padahal aku sering kali mengucapkan
“aku ingin seorang teman yang menerimaku” Tapi tetap saja, karena ini aku
katakan dengan hati dan keinginanku mungkin tidak akan pernah terwujud.
Ya,seperti itulah anugrah ini, Apa yang ku inginkan tidak bisa terwujud. Bisa
kau banyangkan? “Kalau Begitu jangan pernah mengucapkan keinginan mu” mungkin
itu yang terbaik untukku, tapi bagaimana aku bisa bahagia jika seperti itu?
Yah... Mungkin suatu saat nanti, hal ini akan menghilang.
"kamu ingin menjadi warna apa?." satu kata yang tidak akan pernah akan kulupakan selama-lamanya. "Monoton." itu jawaban pertamaku.
apakah jawabanku akan selalu seperti itu seperti hidupku?
Mulai post chapternya gan, kayanya menarik. Tapi penulisannya perhatikan, ada beberapa kata yg typo ��
ReplyDeleteSuka ceritanya , tambah lagi lah , kasih part yg greget ..
ReplyDelete