Chapter 2- Rendevous
Hari
kedua, kalian pasti tahu apa yang aku pikirkan hari ini, ya monoton seperti
biasanya. Tapi Sepertinya ada secarik cahaya harapan di dadaku hari ini,
entahlah mungkin aku sedang mengigau. Aroma kelas yang khas dari bau kayu dan
cat baru sangat menyengat di hidung. Namun beda ceritanya jika aku mengeluarkan
kepalaku keluar jendela, wangi udara segar dan pepohonan rindang kucium sangat
mengagumkan.
Langkah
demi langkah kulalui demi menemukan gadis misterius kemarin di belakang taman
sekolah disamping kelasku, kini aku sudah tahu cara untuk menuju kesana. Namun
usaha ku nihil karena yang kutemukan hanya kesunyian yang menghiasi taman ini.
Kuputuskan untuk duduk sejenak di bawah pohon yang rindang itu, angin pagi yang
menyegarkan membawa jiwa ini ke alam bawah sadar sehingga tak kusadari aku
tertidur dengan pulas.
Sebuah
sentuhan lembut terasa di pipiku, rasanya seperti jari seseorang tapi entahlah
, aku belum menyadari apapun. Mataku masih terpejam rapat dan belum mau
membukanya , perasaan nyaman ini sangat ku nikmati. Tapi lagi-lagi sentuhan itu
kembali kurasakan. Akupun terganggu olehnya, lalu syaratku yang sensitif
menyuruh mataku terbuka.
Seorang
gadis bertubuh kecil nan mungil berkulit putih dengan senyum yang sangat
menawan membuatku terkesima setengah mati, ia berdiri di depan ku saat ini
tanpa mengatakan apapun, dari posisi ini dapat kulihat wajahnya tersiram sinar
mataha ri dari celah-celah dedaunan di atas. Belum pernah aku melihat pemandangan
seperti ini, ada sesuatu yang belum pernah kurasakan sebelumnya.
Mulutku tidak bisa menuruti apa kehendakku, ia
terdiam tidak bergerak padahal aku sangat ingin menanyakan siapa sebenarnya dia.
Tidak lama setelah itu bel masuk berbunyi keras memecahkan kesunyian ini. Ya..
Setidaknya aku harus berterima kasih kepadanya karena telah membangunkanku
disaat-saat akhir seperti ini. Lantas aku langsung kembali kekelasku, rasa
penasaran yang tak tertahankan membuat logikaku bertanya tentang banyak hal.
Waktu istirahat kuhabiskan di taman itu lagi,
ditemani oleh beberapa lembar kertas dan sebuah pulpen membuat pikiran liarku
kembali menjalar. Belum mulai menulis apapun, aku sibuk memperhatikan murid-murid
lain dari kejauhan yang sedang bermain ataupun asik mengobrol satu sama lain. Apakah
ini yang dinamakan rasa iri? “Ah lebih baik aku menulis sesuatu yang menarik.”
Di dalam sebuah cerita, seorang tokoh utama
yang mempunyai suatu tujuan dan ia berusaha keras untuk mencapainya. Namun
dalam cerita tersebut si tokoh utama tidak bisa mencapainya begitu saja, banyak
halangan rintangan yang menerjang tapi tak menjadi masalah karena di akhir
cerita pasti terdapat sebuah hadiah yang ditunggu-tunggu nya entah apapun itu.
Namun
tidak denganku, aku tidak mempunyai tujuan apapun, atau hobi apapun, dan bahkan
tidak melakukan apapun. Membiarkan takdir ini terus membawaku ketempat yang
bahkan tidak berarah, seperti sehelai bulu diterbangkan oleh angin yang tidak
menentu, tak tahu dimana bulu itu akan jatuh akhirnya.
Keterpurukanku
ini bukanlah tanpa sebab, ketidakdianggapan ini lah yang membuatku menjadi
seperti ini. Masa suram 2 tahun lalu, karena
laki-laki brengsek itu membuat hidupku hancur berantakan. Semua hal yang
ia bangun bersamaku hancur begitu saja, juga kepercayaanku terhadapnya hilang
tak bersisa. Ia telah mengkhianati ibuku tanpa belas kasihan. Waktu itu ibuku
tengah berada diluar Negeri untuk menafkahiku, 3 tahun sudah aku ditinggalkan
ibuku pergi ke negeri minyak, arab. Karena ekonomi ku yang tengah krisis waktu
itu, juga lelaki itu yang kusebut ayah tengah tidak bekerja, ia mendadak
bangkrut karena kios nya yang katanya ditipu hilang begitu saja. Mungkin kita bisa lewatkan bagian.
Ibuku selalu berkata ”Kita tidak boleh
memprotes keadaan kita apapun yang terjadi, mungkin saat ini bersyukur adalah
hal terbaik yang bisa di lakukan oleh manusia”. Berpacu pada kata-katanya, aku
harus menikmati saat-saat seperti ini.
Rasakanlah suasana yang tenang ini,
lihatlah pemandangan ini, begitu juga aura menyejukan ini. Aku percaya ini lah
ciptaan Tuhan yang tidak akan bisa ditandingi oleh apapun dan siapapun. “Nikmatilah saat ini”
Tanpa
disadari beberapa paragraph diatas telah kutulis dalam sebuah kertas putih
polos ini. Setelah lama menunggu gadis itu tidak kunjung dating, lewat lah satu
lagi kesempatanku untuk bertemu dengannya. Tanpa pikir panjang aku langsung
kembali kekelas dan harus melewati beberapa jam yang membosankan ini.
0 comments:
Post a Comment