Friday, January 29, 2016

SimianFriend - Chapter 1

Chapter 1- Monoton 

          Biasanya semua cerita di awali oleh perkenalan si karakter utama, tapi aku tidak akan membahas diriku sendiri, bahkan aku tidak yakin akulah sang “main” di cerita ini. Jadi, temukanlah diriku di tengah cerita berlangsung, karena aku juga tidak begitu yakin kalian Ingin mengenalku bahkan tertarik denganku, kalian pasti tau kenapa.

Untuk kebanyakan orang, hari ini adalah hari yang spesial untuk mereka, Hari pertama masuk Sekolah menengah atas (SMA) adalah Hari yang paling mereka tunggu Sejak lama, namun tidak bagiku, semua sama saja tidak berbeda dengan smp sebelumnya. Karena aku tahu masa SMA ini adalah putih-abu2. Hampir sama saja dengan “tidak berwarna” bukan? Ya, mungkin perbedaanya hanya aku yang memakai celana abu-abu.

Tidak seperti anak-anak lain yang Langsung berkenalan satu sama lain, aku langsung duduk di bangku paling ujung di dekat jendela sebelah kiri. Dari sini aku dapat melihat sebuah taman kecil di samping dengan 2 buah pohon yang cukup rindang dan Rumputnya yang pendek berwarna hijau. “Aku ingin seperti pohon itu, mempunyai pohon lain untuk di lihat dan mempunyai warna yaitu hijau.” Tidak perlu banyak warna pikirku, Satu warna sudah cukup bagiku apapun itu setidaknya lebih berwarna.

Dengan mendekap dagu dan melihat taman tadi kutunggu bel masuk berbunyi, aku yakin orang-orang disampingku melihatku dengan tatapan aneh, mungkin mereka heran dengan kelakuan ku yang menyendiri sedari tadi aku masuk. Percuma jika aku kenal dan berteman dengan orang lain, akhirnya pasti mereka akan menjauhiku seperti dulu. Jadi aku memutuskan untuk tidak berhubungan dengan siapapun ku pikir Sia-sia, lebih aku aku terus seperti ini dan tidak akan merasakan kehilangan teman lagi.

Aku tidak masalah untuk menjadi seperti ini selamanya, lagi pula aku tidak membutuhkan mereka, sebagaimana mereka tidak membutuhkan dan menginginkanku. Ada yang bilang aku selalu bersembunyi dan lari dari kenyataan, kurasa ini lah kenyataan bahwa tidak ada yang menginginkan dan menerima ku. Bukan aku yang lari dari kenyataan, hanya saja kenyataan yang pergi meninggalkanku.

Terpisah dari kawanan, Hikkikomori, penyendiri, orang aneh, tidak bisa bergaul. Itulah yang mereka pikirkan tentangku. 

Kini jam dinding kelas telah menunjukan angka 07.15, aku tau sebentar lagi guru akan datang dan pelajaran paling pertama akan dimulai dan semua murid telah duduk di tempatnya masing-masing. Bangku di sebelahkupun masih kosong sampai saat ini padahal semua murid sudah berpasangan satu sama lain, tidak lama seorang guru datang. berawakan cukup tinggi berkulit coklat dengan kumis tebal tapi jarang-jarang. Ia pun memulai pidato perkenalanya “Nama bapak Engkos hendrayana, Bapak adalah guru matematika juga seorang pembicara motivator terkemuka dikota ini, jika kamu punya masalah silahkan datang kepada bapak dan bapak akan membantu menyelesaikan masalah kamu.” Gaya bicaranya memang agak beda dengan guru-guru lain, sepertinya ia memang sering berbicara di depan publik banyak. Tapi tetap saja bapak tidak akan bisa menyelesaikan masalahku yang aneh ini, seberapa keraspun bapak mencekoki ku dengan kata-kata penyemangat bapak aku tetap akan seperi ini seterusnya.

“Maaf aku terlambat, tadi mobil ayahku terjebak macet dan mobilnya sekarang ada di bengkel karena di tengah perjalanan mobilnya mogok pak, jadi saya lari kesini.” Belum selesai pak Engkos menyelesaikan pidatonya, seorang anak laki-laki tinggi dan cukup tampan Berambut coklat kehitaman muncul dari balik pintu kelas. Sepertinya ia memang telah berlari, terlihat dari seragamnya yang basah dan keringatnya yang bercucuran keluar.
“Karena kamu terlambat, perkenalkan namamu dan jelasakan alasan kamu masuk ke SMA 2 ini?” sebut pak Engkos dengan cukup tegas mengarah ke mata anak itu. “Hmm baiklah perkenalkan, nama saya Reza Berasal dari kota karawang dan... Motivasi saya masuk kesekolah ini adalah agar daya dapat melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi” pfft.. Alasan macam itu, mungkin dia kelelahan pikirku.
“Ya sudah, silahkan diduk dibangku yang kosong sebelah situ.” Tunjuk pak Engkos kepadaku. Ia pun mulai berjalan kesini. Yang kulakukan hanya memalingkan wajah kearah taman.

Tidak berapa lama ia duduk , ia memulai percakapan denganku “Reza!” sambil memberikan tanganya kepadaku tanda ia ingin bersalaman denganku. “Aku sudah mendengarnya.” Cetusku tanpa memalingkan wajah dan membiarkan tangan berada di depanku. “Tentu saja, lalu kamu?” potongnya langsung “kau akan tahu nanti.” cerewet sekali orang ini, aku geram mendengarnya. mungkin bagi sebagian orang ini memanglah terdengar normal.

 Lalu diapun terdiam dan langsung pak Engkos melanjutkan pembicaraan nya tadi sampai jam istirahatpun selesai aku sama sekali tidak mengeluarkan sepatah katapun kepada orang disampingku ini.
Semua murid telah keluar kelas untuk melihat sekeliling sekolahnya yang baru ini, tersisa beberapa orang di kelas termasuk aku didalamnya. Ada yang membaca buku dan makan di tempat makanya, kupukir sudah tidak ada lagi yang membawa bekal makanan kesekolah disaat kita sudah SMA. Ah tapi itu tidak penting, aku berhenti memandangi sekitar dan melanjutkan tulisan ide liarku saat ini.
         
“Ahhh... Apa yang harus kulakukan di hari pertama seperi ini?” keluh ku sambil menghela nafas panjang “Mungkin aku harus melihat taman itu dari dekat.” saat aku hendak menuju taman tersebut, dari jendela ku lihat ada seorang gadis yang berdiri disana memandangi sekelilingnya. Entah ada apa, tubuh ku tiba-tiba berlari menghampiri taman tersebut namun karena aku tidak tahu jalan butuh 5 menit untuk tiba disana. Alhasil saat aku tiba, tidak ada seorangpun disana. Padahal aku yakin tadi berdiri seorang gadis disini, entah kenapa jantungku berdebar-debar dan menjadi tidak sabaran. Sekarang, di tempat ini aku melihat apa yang pohon ini aku lihat,  Aku berdiri di tempat ia berdiri, dan aku merasakan udara yang pohon ini rasakan. Tapi kenapa aku tidak bisa menjadi sepertinya? Apa? Ku rasa aku sedang iri kepada pohon ini, menyedihkan sekali.

Dengan rasa menyesal aku kembali kekelas, tidak lama setelah aku duduk bel berbunyi dan semua muridpun berkumpul. Seorang guru lain muncul, ternyata seorang wanita paruh baya memakai kerundung putih, dari wajahnya yang mulai keriput sepertinya wanita ini berumur 40an. Trisna Lana namanya, seorang guru kimia yang dikenal sangat “killer” dan banyak ditakuti oleh murid terutama murid-murid berandal dan nakal yang menjadi santapannya.

“Silahkan perkenalkan nama masing-masing mulai dari barisan depan berlanjut ke belakang.” Satu persatu semua murid memperkenalkan dirinya, tapi tidak penting bagiku mengetahui bahkan menghafalkan nama murid lainya. Aku tidak butuh itu. “Selanjutnya kamu yang pakai kacamata.” bu trisna menatapkan matanya padaku, oh iya kini giliranku, tidak perlu panjang dan kompleks. Cukup perkenalkan nama dan asal sekolah sebelumnya. “Nama, Niki. Asal sekolah Smpn 3” sudah kuduga tidak ada yang memperhatikanku. Hanya pandangan mata kosong dan aneh yang metapku. Sudahlah, lagi pula aku tidak perduli.

Lagi-lagi aku hanya terdiam tanpa kata sampai jam pelajaran habis dan bel pulang pun berbunyi. Inilah yang kutunggu-tunggu akhirnya aku bisa pulang dengan tenang tanpa menimbulkan masalah apapun di hari pertamaku ini. Makin gelap dan tidak berwarna, setidaknya harusnya aku punya sedikit harapan untuk mendapatkan sesuatu yang berbeda hari ini.

Wednesday, January 27, 2016

You're My Destiny

         
          Manusia adalah makhluk sosial. kalimat itu yang aku temukan pada buku PKN ketika aku dibangku SD sampai di buku Sosiologi ketika aku dibangku SMA dan melekat diotakku sampai sekarang.

kamu. (kamu/ka·mu/ pron jamak yang diajak bicara; yang disapa (dalam ragam akrab atau kasar);.  

         Aku akan selalu bertemu kamu yang berbeda kemanapun aku melangkah. kamu yang ku sapa dan ku ajak berbicara. seperti halnya aku yang selalu bertemu kamu. mereka yang ku sebut kamu silih berganti hadir dan pergi. kamu yang memberikan kesan bahagia yang selalu aku ingat, kamu yang selalu ingin ku temui, kamu yang bahkan ku harap tak pernah hadir, kamu yang menorehkan luka, kamu yang selalu ada, kamu yang datang dan pergi, bahkan kamu yang hanya singgah. mereka yang ku sebut kamu memiliki cerita.

          Kamu yang hadir, kamu yang membuatku tersenyum, kamu yang membuatku menangis, kamu yang membuatku terluka, kamu yang mengobati lukaku, kamu yang mengecewakanku, kamu yang menyayangiku, bahkan kamu yang meninggalkanku bisa jadi pribadi yang sama. aku menemukan kamu, aku juga kehilangan kamu, itu siklusnya. sampai akhirnya aku menemukan kamu yang bertahan disisiku sampai akhir.

         Terkadang aku merasa lelah harus terus menghadapi kamu, kamu, dan kamu, tapi apadaya pada faktanya aku akan selalu membutuhkan kamu dan bertemu kamu yang berbeda. terkadang aku harus meminta pengertianmu, dan terkadang aku harus mngerti kamu. terkadang aku marah karena sikapmu dan terkadang aku harus meminta maaf karna sikapku. menghadapi kamu pada setiap permasalahan dan sampai menghadapi kenyataan bahwa aku meninggalkan kamu atau kamu yang meninggalkan aku. aku dan kamu ditentukan takdir.

        Takdir menentukan kamu dan aku. siapa kamu dalam hidupku, siapa aku dalam hidupmu. aku tidak pernah tau kapan kamu akan hadir? kapan kamu akan pergi? bagaimana kamu hadir? dan bagaimana kamu akan pergi? bahkan apa kesan apa yang akan kamu tinggalkan? akankah kamu yang ku sebut cinta? kamu yang ku sebut luka? kamu yang ku sebut teman? kamu yang ku sebut sahabat? kamu yang ku sebut pesinggah? atau bagaimana aku akan menyebutnya?



        Pada akhirnya takdir akan membawaku kepada kamu yang ditakdirkan-Nya untuk kusebut takdirku. 
so,who's  my destiny?  

P.R.S 




Monday, January 25, 2016

SimianFriend - Prolog

Prolog - Curse and Gift

     Ada sebuah pertanyaan yang bunyinya seperti ini “Bagaimana jika, apa yang kau Ucapkan tanpa sengaja dapat terwujud dengan sendirinya namun apa yang kamu inginkan tidak akan pernah terwujud. Apakah kamu mau menerimanya?” Entah ini adalah kutukan yang diberikan-Nya atau ini adalah sebuah anugrah.

     Apakah kau benar-benar percaya hal ini terjadi padaku? Bahkan bukan hanya sekali-dua kali aku sering mengalaminya. Bukan hanya aku, namun semua yang disekitarku merasakanya, sering kali pohon atau Binatang disekitar menjadi korbanya. 

    Mau dengar? Ketika turun hujan tidak begitu deras memang, Sebelumnya mataharipun cerah menerangi celah-celah daun diatas pohon, saat itu aku tengah mencari inspirasi dengan seseorang di sebuah dataran hijau yang cukup luas. Beberapa saat gemercik air hujan menetes perlahan,Tanpa sadar sebuah kata yang tidak ingin ku ucapkan keluar dari mulutku “Kita berteduh di saung itu, aku takut jika dibawah pohon ini kita akan tersambar petir” tentu saja kami langsung Lari berteduh di saung yang ku tunjuk tidak jauh dari pohon yang kami gunakan untuk berteduh dari panasnya terik matahari. Baju kami cukup basah tersiram air hujan dan saat kami telah berada di saung tersebut. Tidak lama kemudian Hujan mulai deras dan awan hitam telah berkumpul tanpa kami membawa sebuah payung pun.

     Tidak sampai 10 menit petir sudah bergerumuh memanggil teman-temanya. Kilat menghiasi langit seperti langit disko. Dan akhirnya terjadi, Sebuah petir besar menyambar pohon tersebut tanpa ampun, membuat mata kami buta berwarna putih Sejenak dan pengendaran kami mendengung luar biasa. Kaget bukan main, pohon itu mengeluarkan asap dan menjadi kehitaman, sebagianya terbelah. 

     Kira-kira seperti itulah lah aku telah menjalani hidupku selama 17 tahun ini dengan anugrah atau mungkin kutukan ini yang kubawa dari lahir. Tapi aku selalu tetap percaya bahwa Sang pencipta memberikan itu padaku bukan tanpa alasan. Kadang kala saat aku duduk di bangku smp, aku sering kali dijauhi oleh teman-temanku. Mereka kapok selalu apa yang ku katakan sering kali terjadi, bahkan orang yang bisa di sebut sebagai “berandal” ataupun tim bully sudah ogah berhadapan denganku. Pasalnya mereka selalu terkenal sial jika selalu dekat denganku. Karena itulah aku tidak pernah mempunyai teman yang benar-benar dekat denganku. Aku selalu merasa sendirian dan berjalan hampa. Hidupku selalu monoton tidak berwarna. Aku mengiginkan seorang teman yang selalu ada, tidak takut pada ucapanku, menerimaku, Membuat ku berwarna, Namun apa daya Ingin memeluk gunung Tangan tak sampai. Jika suatu saat aku menemukan orang itu, akan ku pertahankan sampai mati. 

     Padahal aku sering kali mengucapkan “aku ingin seorang teman yang menerimaku” Tapi tetap saja, karena ini aku katakan dengan hati dan keinginanku mungkin tidak akan pernah terwujud. Ya,seperti itulah anugrah ini, Apa yang ku inginkan tidak bisa terwujud. Bisa kau banyangkan? “Kalau Begitu jangan pernah mengucapkan keinginan mu” mungkin itu yang terbaik untukku, tapi bagaimana aku bisa bahagia jika seperti itu? Yah... Mungkin suatu saat nanti, hal ini akan menghilang.

"kamu ingin menjadi warna apa?." satu kata yang tidak akan pernah akan kulupakan selama-lamanya. "Monoton." itu jawaban pertamaku. 

apakah jawabanku akan selalu seperti itu seperti hidupku?
luvne.com luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com.com