Chapter 1- Monoton
Biasanya
semua cerita di awali oleh perkenalan si karakter utama, tapi aku tidak akan
membahas diriku sendiri, bahkan aku tidak yakin akulah sang “main” di cerita
ini. Jadi, temukanlah diriku di tengah cerita berlangsung, karena aku juga
tidak begitu yakin kalian Ingin mengenalku bahkan tertarik denganku, kalian
pasti tau kenapa.
Untuk
kebanyakan orang, hari ini adalah hari yang spesial untuk mereka, Hari pertama
masuk Sekolah menengah atas (SMA) adalah Hari yang paling mereka tunggu Sejak
lama, namun tidak bagiku, semua sama saja tidak berbeda dengan smp sebelumnya.
Karena aku tahu masa SMA ini adalah putih-abu2. Hampir sama saja dengan “tidak
berwarna” bukan? Ya, mungkin perbedaanya hanya aku yang memakai celana abu-abu.
Tidak
seperti anak-anak lain yang Langsung berkenalan satu sama lain, aku langsung
duduk di bangku paling ujung di dekat jendela sebelah kiri. Dari sini aku dapat
melihat sebuah taman kecil di samping dengan 2 buah pohon yang cukup rindang
dan Rumputnya yang pendek berwarna hijau. “Aku ingin seperti pohon itu,
mempunyai pohon lain untuk di lihat dan mempunyai warna yaitu hijau.” Tidak
perlu banyak warna pikirku, Satu warna sudah cukup bagiku apapun itu setidaknya
lebih berwarna.
Dengan
mendekap dagu dan melihat taman tadi kutunggu bel masuk berbunyi, aku yakin
orang-orang disampingku melihatku dengan tatapan aneh, mungkin mereka heran
dengan kelakuan ku yang menyendiri sedari tadi aku masuk. Percuma jika aku
kenal dan berteman dengan orang lain, akhirnya pasti mereka akan menjauhiku
seperti dulu. Jadi aku memutuskan untuk tidak berhubungan dengan siapapun ku
pikir Sia-sia, lebih aku aku terus seperti ini dan tidak akan merasakan
kehilangan teman lagi.
Aku tidak
masalah untuk menjadi seperti ini selamanya, lagi pula aku tidak membutuhkan
mereka, sebagaimana mereka tidak membutuhkan dan menginginkanku. Ada yang
bilang aku selalu bersembunyi dan lari dari kenyataan, kurasa ini lah kenyataan
bahwa tidak ada yang menginginkan dan menerima ku. Bukan aku yang lari dari
kenyataan, hanya saja kenyataan yang pergi meninggalkanku.
Terpisah
dari kawanan, Hikkikomori,
penyendiri, orang aneh, tidak bisa bergaul. Itulah yang mereka pikirkan
tentangku.
Kini jam
dinding kelas telah menunjukan angka 07.15, aku tau sebentar lagi guru akan
datang dan pelajaran paling pertama akan dimulai dan semua murid telah duduk di
tempatnya masing-masing. Bangku di sebelahkupun masih kosong sampai saat ini
padahal semua murid sudah berpasangan satu sama lain, tidak lama seorang guru
datang. berawakan cukup tinggi berkulit coklat dengan kumis tebal tapi
jarang-jarang. Ia pun memulai pidato perkenalanya “Nama bapak Engkos
hendrayana, Bapak adalah guru matematika juga seorang pembicara motivator
terkemuka dikota ini, jika kamu punya masalah silahkan datang kepada bapak dan
bapak akan membantu menyelesaikan masalah kamu.” Gaya bicaranya memang agak
beda dengan guru-guru lain, sepertinya ia memang sering berbicara di depan
publik banyak. Tapi tetap saja bapak tidak akan bisa menyelesaikan masalahku
yang aneh ini, seberapa keraspun bapak mencekoki ku dengan kata-kata
penyemangat bapak aku tetap akan seperi ini seterusnya.
“Maaf aku
terlambat, tadi mobil ayahku terjebak macet dan mobilnya sekarang ada di
bengkel karena di tengah perjalanan mobilnya mogok pak, jadi saya lari kesini.”
Belum selesai pak Engkos menyelesaikan pidatonya, seorang anak laki-laki tinggi
dan cukup tampan Berambut coklat kehitaman muncul dari balik pintu kelas.
Sepertinya ia memang telah berlari, terlihat dari seragamnya yang basah dan
keringatnya yang bercucuran keluar.
“Karena kamu terlambat, perkenalkan
namamu dan jelasakan alasan kamu masuk ke SMA 2 ini?” sebut pak Engkos dengan
cukup tegas mengarah ke mata anak itu. “Hmm baiklah perkenalkan, nama saya Reza
Berasal dari kota karawang dan... Motivasi saya masuk kesekolah ini adalah agar
daya dapat melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi” pfft.. Alasan
macam itu, mungkin dia kelelahan pikirku.
“Ya sudah, silahkan diduk dibangku
yang kosong sebelah situ.” Tunjuk pak Engkos kepadaku. Ia pun mulai berjalan
kesini. Yang kulakukan hanya memalingkan wajah kearah taman.
Tidak
berapa lama ia duduk , ia memulai percakapan denganku “Reza!” sambil memberikan
tanganya kepadaku tanda ia ingin bersalaman denganku. “Aku sudah mendengarnya.”
Cetusku tanpa memalingkan wajah dan membiarkan tangan berada di depanku. “Tentu
saja, lalu kamu?” potongnya langsung “kau akan tahu nanti.” cerewet sekali
orang ini, aku geram mendengarnya. mungkin bagi sebagian orang ini memanglah
terdengar normal.
Lalu diapun terdiam dan langsung pak Engkos
melanjutkan pembicaraan nya tadi sampai jam istirahatpun selesai aku sama
sekali tidak mengeluarkan sepatah katapun kepada orang disampingku ini.
Semua murid telah keluar kelas untuk
melihat sekeliling sekolahnya yang baru ini, tersisa beberapa orang di kelas
termasuk aku didalamnya. Ada yang membaca buku dan makan di tempat makanya,
kupukir sudah tidak ada lagi yang membawa bekal makanan kesekolah disaat kita
sudah SMA. Ah tapi itu tidak penting, aku berhenti memandangi sekitar dan
melanjutkan tulisan ide liarku saat ini.
“Ahhh...
Apa yang harus kulakukan di hari pertama seperi ini?” keluh ku sambil menghela
nafas panjang “Mungkin aku harus melihat taman itu dari dekat.” saat aku hendak
menuju taman tersebut, dari jendela ku lihat ada seorang gadis yang berdiri
disana memandangi sekelilingnya. Entah ada apa, tubuh ku tiba-tiba berlari
menghampiri taman tersebut namun karena aku tidak tahu jalan butuh 5 menit
untuk tiba disana. Alhasil saat aku tiba, tidak ada seorangpun disana. Padahal
aku yakin tadi berdiri seorang gadis disini, entah kenapa jantungku
berdebar-debar dan menjadi tidak sabaran. Sekarang, di tempat ini aku melihat
apa yang pohon ini aku lihat, Aku
berdiri di tempat ia berdiri, dan aku merasakan udara yang pohon ini rasakan.
Tapi kenapa aku tidak bisa menjadi sepertinya? Apa? Ku rasa aku sedang iri
kepada pohon ini, menyedihkan sekali.
Dengan
rasa menyesal aku kembali kekelas, tidak lama setelah aku duduk bel berbunyi
dan semua muridpun berkumpul. Seorang guru lain muncul, ternyata seorang wanita
paruh baya memakai kerundung putih, dari wajahnya yang mulai keriput sepertinya
wanita ini berumur 40an. Trisna Lana namanya, seorang guru kimia yang dikenal
sangat “killer” dan banyak ditakuti oleh murid terutama murid-murid berandal
dan nakal yang menjadi santapannya.
“Silahkan
perkenalkan nama masing-masing mulai dari barisan depan berlanjut ke belakang.”
Satu persatu semua murid memperkenalkan dirinya, tapi tidak penting bagiku
mengetahui bahkan menghafalkan nama murid lainya. Aku tidak butuh itu.
“Selanjutnya kamu yang pakai kacamata.” bu trisna menatapkan matanya padaku, oh
iya kini giliranku, tidak perlu panjang dan kompleks. Cukup perkenalkan nama
dan asal sekolah sebelumnya. “Nama, Niki. Asal sekolah Smpn 3” sudah kuduga
tidak ada yang memperhatikanku. Hanya pandangan mata kosong dan aneh yang
metapku. Sudahlah, lagi pula aku tidak perduli.
Lagi-lagi
aku hanya terdiam tanpa kata sampai jam pelajaran habis dan bel pulang pun
berbunyi. Inilah yang kutunggu-tunggu akhirnya aku bisa pulang dengan tenang
tanpa menimbulkan masalah apapun di hari pertamaku ini. Makin gelap dan tidak
berwarna, setidaknya harusnya aku punya sedikit harapan untuk mendapatkan
sesuatu yang berbeda hari ini.